Anak dan Kemandirian


 Sudah dua hari ini Raihan ke sekolah dengan bersepeda. Rumah ke sekolah yang berjarak sekitar 1 kilometer dan selama hampir enam tahun selalu dijalani dengan diantar jemput motor atau becak. Ini seperti proses yang udah disiapin Allah untuk Raihan dan kami sebagai orangtuanya untuk sama-sama mandiri.

Sebagai anak kelas 6 SD yang menuju baligh ia sudah harus belajar mandiri. Sebagai orangtua, saya khususnya, harus bisa memandirikan hati untuk bisa pelan-pelan melepasnya sebagai anak laki-laki yang sedang bersiap menjadi muslim yang tangguh.

Waktu rasanya cepat sekali berlalu. Masih terbayang saat ia baru saja lahir dan dibawa ke daerah perkebunan dengan segala naik turun emosi saya sebagai ibu baru yang harus menjalani long distance marriage (LDM) dengan suami karena pekerjaan yang saya geluti. Kini akan tiba masanya sebentar lagi bahkan ia tak mau dipeluk dan dicium lagi.

Ahhh.. kembali lagi ke cerita proses kemandirian Raihan hingga saat ini. Masih jadi PR besar untuk saya mengajarkan ia agar dengan senang hati membantu pekerjaan di rumah dan lebih disiplin dalam waktu. Satu lagi, bisa tidur di kamarnya sendiri. Entah karena ia merasa kamarnya kurang nyaman karena nggak ada AC atau karena tidur sendiri. Akhirnya sampai hari ini ia masih tidur dengan nenek dan adiknya. Sesekali curi kesempatan untuk bisa tidur dekat mamaknya, LOL.

Katanya anak laki-laki pertama itu memang manjanya luar biasa. Sampai menjelang baligh masih maunya dekat-dekat mamak, dipeluk mamak, disayang mamak. Apa-apa masih mamak. Lalu bagaimana saya menghadapi masa menuju kemandirian anak saya?

1. Sering ngobrol

Sebagai ibu bekerja, waktu saya relatif sedikit bersama anak. Praktis hanya sore hingga menjelang tidur saya bisa membersamai mereka. Biasanya saya akan mengajak mereka uwel-uwelan di kamar sambil bercerita keseharian mereka, di sekolah, di rumah dan main apa aja. Termasuk untuk Raihan yang sebentar lagi masuk SMP. Kebiasaan ngobrol ini akhirnya membuat saya dan anak-anak tetap dekat dan anak akan bercerita apa saja. Saya pun bisa sedikit banyak mengukur tingkat kemandirian masing-masing anak.

2. We Time Berdua

Saya punya kebiasaan unik yang memang sengaja dilakukan. Saya menyadari bahwa masing-masing anak membutuhkan saat dimana hanya ia sendiri yang diperhatikan. Termasuk anak versi gede alias ayahnya, LOL. 

Jadi saya sengaja menyusun jadwal dimana saya akan pergi hanya berdua dengan salah satunya secara bergantian. Kadang dengan si abang, si kakak dan adek sendiri. Seringnya berdua dengan si ayah, wkwk. Dengan punya waktu berdua, walaupun cuma makan di cafe pinggir jalan atau jalan berdua di mal, saya bisa menilai cara mereka berpikir, hal-hal yang membuat mereka tertarik, belajar membuat rencana ke depan, dan lainnya. 

3. Mengingatkan persiapan menuju baligh

Salah satu hal penting dalam menuju kemandirian anak adalah mengingatkan mereka persiapan menuju baligh. Karena saya seorang ibu, lebih cocok untuk langsung membimbing anak perempuan. Untuk anak laki-laki, saya akan mengarahkan ke ayahnya untuk memberikan penjelasan dan membimbing dengan cara yang baik. Saat menuju baligh adalah saat yang cukup krusial menurut saya untuk seorang anak mengukuhkan identitas sesuai fitrah masing-masing.

Saya percaya suatu kejadian hanya dapat terjadi atas ridho Allah. Semua kejadian itu pasti ada maksud yang baik. Termasuk saat kejadian sekitar dua bulan lalu yang menjadi awal tahap kemandirian dan keberanian Raihan.

Saat itu saya lupa menjemputnya dari sekolah hingga akhirnya ia harus pulang dengan berjalan kaki seorang diri. Sesampainya di rumah ia menangis sesenggukan karena kakinya sakit berjalan cukup jauh. Saya sangat merasa bersalah dan tentu saja meminta maaf. Namun saya biarkan ia meluapkan kekesalannya dengan cara menangis sendirian.

Tak lama ayahnya datang dan bercerita kisahnya yang harus bersekolah sejauh tiga kilometer saat di kampung dulu. Naik turun bukit dengan jalanan yang becek. Tak jarang sepatunya penuh lumpur saat tiba di sekolah. Namun ayah kecil tak kunjung menyerah.

Beberapa hari kemudian, ajaibnya Raihan minta pulang dengan berjalan kaki. Sesekali minta dijemput, sesekali minta dipesankan ojek online. Nyesss rasanya hati ini. Ia menjalani hal itu selama beberapa minggu hingga akhirnya berani minta ijin untuk naik sepeda ke sekolah.

Betapa dahsyat kisah sang ayah. Tampak sekali ia adalah role model dari anak lelakinya. 

"Ayah aja bisa, abang pasti bisa juga" :'(

Semangat nak. Semoga ini adalah titik awal yang baik buat abang menuju kemandirian. Semoga abang jadi pemudah sholeh yang tangguh dan selalu bersyukur.

No comments

Post a Comment